Bangun Sinergi Wilayah, Babinsa Pelayangan Intensifkan Komsos di Arab Melayu Babinsa Pasar Beri Pembinaan, Cegah Kenakalan Remaja di Beringin Babinsa Dampingi Safari Lurah Baru Tambak Sari, Jalin Kedekatan dengan Warga dan Pengusaha Lokal Gencarkan Komsos, Babinsa Pematang Lima Suku Gaungkan Sinergi untuk Keamanan Warga Babinsa Telanaipura Tekankan Sinergi dan Kewaspadaan di Rumah Dinas Wali Kota Jambi

Home / Artikel

Senin, 17 Februari 2025 - 08:10 WIB

Generasi Bangsa dalam Bahaya: Tragedi LGBT dan Pelajaran bagi Kita Semua

Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla. 

Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla. 

Oleh : Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla.

Di tengah gempuran arus globalisasi dan kebebasan yang semakin tanpa batas, ada satu fenomena yang mengintai dalam senyap, mengancam moral, kesehatan, dan masa depan generasi bangsa. Bukan sekadar isu sosial, tetapi tragedi yang berulang kali berakhir dengan kepedihan, kesepian, dan kematian. Ini adalah kisah nyata yang perlu kita renungkan, bukan untuk menghakimi, tetapi untuk menyadarkan dan melindungi anak-anak kita dari jalan yang penuh luka.

Tulisan dari Dr. Ani Hasibuan, seorang ahli saraf di RSCM, mengungkap realitas kelam dunia homoseksualitas, khususnya di kalangan laki-laki yang terjebak dalam gaya hidup LGBT. Dari pengalaman panjangnya menangani pasien dengan HIV/AIDS, ia menyaksikan sendiri bagaimana pergaulan ini tidak hanya merenggut kesehatan fisik, tetapi juga menghancurkan kehidupan sosial dan spiritual mereka.

Dari Godaan hingga Kematian: Jerat yang Mematikan

Fakta yang mencengangkan adalah bahwa mayoritas pelaku homoseksualitas yang ditemuinya pernah mengalami pelecehan seksual sejak kecil, sering kali secara paksa. Setelah kejadian tersebut, mereka dijaga dan diarahkan oleh komunitas LGBT hingga akhirnya sepenuhnya masuk ke dalam lingkaran itu. Ada kasta dalam dunia mereka—yang dominan dan yang dijadikan “piaraan,” dengan pola eksploitasi yang nyata.

Tak ada kisah indah dalam perjalanan mereka. Mereka yang telah terjerat akhirnya menghadapi akhir tragis, meninggal akibat penyakit seperti meningitis kriptokokus, toksoensefalitis, TB, dan HIV/AIDS. Ironisnya, banyak dari mereka yang akhirnya menyadari kesalahan mereka di detik-detik terakhir hidupnya, namun segalanya sudah terlambat.

Baca :  TNI-Polri Bersinergi Dukung Ketahanan Pangan, Danramil Muara Tembesi Hadiri Panen Raya Jagung

Ancaman Nyata bagi Generasi Muda

Lebih mengerikan lagi, fenomena ini tidak hanya mengancam individu, tetapi juga keluarga dan masyarakat. Anak-anak yang dibiarkan tanpa pengawasan, tanpa bimbingan agama dan moral yang kuat, menjadi sasaran empuk para predator ini. Tidak sedikit dari mereka yang tergoda oleh bujuk rayu, iming-iming uang, atau ancaman.

Karena itu, orang tua memiliki tanggung jawab besar dalam melindungi anak-anak mereka. Berikut adalah langkah-langkah konkret yang bisa dilakukan :

Tanamkan moral dan agama yang kuat sejak kecil agar anak-anak memiliki benteng yang kokoh terhadap penyimpangan.

Jaga pergaulan anak-anak, terutama ketika mereka beranjak remaja. Jangan biarkan mereka terlalu bebas tanpa kontrol.

Ajarkan keberanian menolak dan melawan jika ada yang mencoba mendekati mereka dengan niat buruk. Keberanian ini bisa menjadi tameng pertama mereka.

Hindari membiarkan anak laki-laki dan perempuan tidur dalam satu kamar setelah mereka menginjak usia tertentu, agar tidak terjadi penyimpangan sejak dini.

Selalu dampingi anak saat bepergian dan ajarkan mereka untuk tidak pergi sendirian, terutama ke tempat-tempat yang rentan.

Baca :  Ledakan Hoaks di Medsos: Tantangan Literasi Digital di Era Banjir Informasi

Pelajaran dari Zaman Nabi Luth: Sejarah Kelam Kaum yang Dihancurkan

Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru. Sejarah telah mencatat bagaimana kaum yang memilih jalan menyimpang dihancurkan oleh Tuhan sebagai peringatan bagi umat manusia. Dalam Al-Qur’an, Allah mengisahkan kaum Nabi Luth yang dikenal sebagai kaum Sodom.

Kaum ini terkenal karena perbuatan homoseksualitas yang merajalela, bahkan mereka menolak semua nasihat dan dakwah Nabi Luth yang mengajak mereka kembali ke jalan yang benar. Mereka bukan hanya melakukannya secara diam-diam, tetapi juga dengan terang-terangan, tanpa rasa malu dan takut.

Nabi Luth dengan penuh kesabaran berulang kali memperingatkan mereka bahwa perbuatan tersebut menyimpang dari fitrah manusia dan akan mendatangkan azab Allah. Namun, mereka justru menantang dan mengejek peringatan tersebut. Hingga akhirnya, Allah menurunkan azab yang sangat dahsyat :

1. Gempa bumi yang dahsyat mengguncang kota mereka.

2. Hujan batu dari tanah yang terbakar menghancurkan setiap sudut pemukiman mereka.

3. Angin kencang yang memporak-porandakan segalanya, menyisakan puing-puing kehancuran sebagai pelajaran bagi umat setelahnya.

Kaum Nabi Luth lenyap dari muka bumi, menyisakan sejarah kelam yang terus menjadi peringatan bagi kita semua. Azab ini bukan hanya hukuman bagi mereka, tetapi juga peringatan bagi generasi setelahnya agar tidak mengulang kesalahan yang sama.

Baca :  Pers: Di Antara Pilar Demokrasi dan Pelanggar Kaidah Bahasa

Menjaga Moral Bangsa adalah Wujud Bela Negara

Fenomena ini bukan hanya permasalahan individu, tetapi permasalahan bangsa. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin kehancuran moral akan semakin meluas dan merusak sendi-sendi kehidupan sosial kita. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan budaya ketimuran, sehingga tugas kita bersama untuk menjaga generasi penerus agar tetap berada di jalan yang benar.

Melindungi anak-anak dan generasi penerus bangsa dari perilaku menyimpang ini adalah bagian dari Semangat “Bela Negara”. Sesuai dengan Pancasila, sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa, menjaga moralitas berarti menjaga nilai-nilai luhur bangsa yang berpijak pada ajaran agama dan norma sosial. Bela negara bukan hanya soal senjata dan perang, tetapi juga tentang bagaimana kita menjaga akhlak, budaya, dan identitas bangsa dari ancaman yang bisa menghancurkan generasi masa depan.

Tidak ada kisah LGBT yang berakhir bahagia. Semua berujung pada penderitaan, penyesalan, dan kematian. Jangan biarkan anak-anak kita menjadi korban berikutnya. Mari perkuat keluarga kita, lingkungan kita, dan bersama-sama membentengi moral bangsa.

Sebarkan tulisan ini, bukan untuk menyebarkan kebencian, tetapi untuk menyelamat-kan mereka yang masih bisa diselamatkan.**

Share :

Baca Juga

Artikel

Api Timur Tengah, Asap Sampai Nusantara

Artikel

Proses Seleksi Anggota KPU dan Bawaslu Perlu Keterlibatan Publik

Artikel

Menjaga Prinsip Kebersamaan dalam Pemilihan Ketua PPAD Provinsi Jambi

Artikel

“Netralitas Strategis Indonesia di Tengah Krisis Iran-Israel: Menghindari Polarisasi Global dan Menjaga Ketahanan Nasional”

Artikel

Pendekatan Hukum Islam dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba: Studi Kasus di Indonesia

Artikel

UU TNI 2025 Bukan Dwifungsi Gaya Baru: Ini Penjelasan Lengkap dan Landasan Hukumnya

Artikel

SKANDAL PEMAGARAN LAUT 30,16 KM DI TANGERANG: KEJAHATAN TERSTRUKTUR DAN PERAMPOKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT!

Artikel

KRISIS REKLAMASI SURABAYA: PROYEK WATERFRONT LAND DAN ANCAMAN TERHADAP MASYARAKAT PESISIR