Oleh : Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla.
Jakarta, 19 Juni 2025 — Dunia sedang duduk di atas bara api yang siap meledak. Konflik bersenjata yang kembali memanas antara Iran dan Israel bukan sekadar bentrokan regional biasa, tetapi berpotensi menjadi cikal bakal pecahnya Perang Dunia III. Sebuah eskalasi yang bukan hanya dipicu oleh rivalitas militer dan ideologi semata, tetapi oleh tumpukan pelanggaran hukum internasional, dominasi kekuatan adidaya, dan ketidakadilan historis yang belum selesai sejak pendudukan Palestina pasca-Perang Dunia II.
I. Israel: Trouble Maker Global dan Pelanggar Berat Hukum Internasiona
Sejak pendiriannya tahun 1948, Israel telah melanggar lebih dari 30 resolusi Dewan Keamanan PBB, termasuk Resolusi 242 (1967) dan 338 (1973) yang menuntut penarikan Israel dari wilayah pendudukan. Dalam konteks hukum internasional, tindakan Israel terhadap Palestina jelas melanggar :
• Konvensi Jenewa IV (1949) : Perlindungan terhadap warga sipil di wilayah pendudukan, yang hingga kini terus diabaikan oleh Israel melalui pemukiman ilegal, blokade Gaza, dan penggunaan kekuatan berlebihan.
• Statuta Roma (1998) Mahkamah Pidana Internasional (ICC) : Tindakan Israel terhadap warga Palestina dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang dan bahkan genosida berdasarkan Pasal 6 dan 7, terutama atas pembantaian warga sipil, penggunaan bom fosfor putih, dan serangan terhadap fasilitas medis dan pendidikan.
• Piagam PBB Pasal 2(4) : Melarang penggunaan kekuatan terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah negara lain. Pendudukan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur secara terang-terangan melanggar prinsip ini.
II. Bani Israel dalam Perspektif Al-Qur’an: Akhir Zaman dan Sifat Penghancur.
Al-Qur’an telah secara tegas menjelaskan karakteristik Bani Israel, terutama menjelang akhir zaman :
“Dan Kami telah tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali, dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.”
(QS. Al-Isra’: 4)
Ayat ini secara spiritual memberi sinyal bahwa kerusakan dan kekacauan yang disebarkan oleh Bani Israel bukan sekadar wacana religius, tapi kini termanifestasi nyata di panggung geopolitik global. Pendudukan, genosida, sabotase perdamaian, dan pelanggaran hak asasi manusia—semua menjadi bukti nyata dari apa yang telah Allah peringatkan dalam wahyu-Nya.
III. Eskalasi Iran–Israel: Panggung Baru Perang Dunia III..?
Konflik yang tampaknya bersifat bilateral ini sesungguhnya mempunyai dimensi global :
• Aliansi dan Proksi:
• Iran didukung oleh Rusia, Suriah, Hizbullah, dan kelompok Syiah lainnya, yang menjadi bagian dari poros resistensi anti-Barat.
• Israel mendapat dukungan kuat dari Amerika Serikat, Inggris, dan sebagian negara NATO, serta negara-negara Arab Teluk yang menjalin hubungan diplomatik (normalisasi) dengan Tel Aviv.
• Risiko Senjata Nuklir :
• Israel, meski tidak secara resmi mengaku, dipercaya memiliki lebih dari 90 hulu ledak nuklir.
• Iran, dengan program nuklirnya yang didukung Rusia dan Cina, dianggap berpotensi menjadi ancaman strategis terhadap dominasi Israel di kawasan.
• Krisis Ekonomi Global :
• Jika perang pecah, Selat Hormuz—jalur vital pengiriman 30% minyak dunia—akan terganggu. Ini dapat memicu lonjakan harga minyak, inflasi tinggi, serta krisis finansial global yang lebih besar daripada krisis 2008 atau pandemi COVID-19.
• Kemanusiaan dan Pengungsi:
• Prediksi LSM internasional menyebutkan, dalam konflik besar Iran–Israel, lebih dari 5 juta orang bisa menjadi pengungsi dalam waktu kurang dari 3 bulan, dan korban jiwa sipil akan mencapai ratusan ribu jika tidak ada gencatan senjata.
IV. Amerika Serikat dan Barat: Penyulut Api atau Pemadam..?
Secara historis dan geopolitik, Amerika Serikat memainkan peran ambigu. Di satu sisi menyerukan perdamaian, namun di sisi lain terus membiayai dan mempersenjatai Israel. Jika serangan Iran terhadap kepentingan AS (misalnya pangkalan militer di Irak atau Bahrain) terjadi, maka keterlibatan militer Washington akan menjadi pemicu konflik global secara terbuka.
Hal ini sesuai dengan doktrin keamanan nasional AS pasca-9/11 yang memperbolehkan intervensi pre-emptive jika ada ancaman terhadap aset dan warga negara AS di luar negeri. Maka, skenario keterlibatan NATO pun tidak bisa diabaikan.
V. Kesimpulan: Dunia Menuju Titik Kritis
Konflik Iran–Israel bukan sekadar rivalitas dua negara, tapi perang ideologis, ekonomi, religius, dan geopolitik. Ini adalah pertarungan antara blok dunia yang ingin mempertahankan dominasi (Barat-Israel) dengan blok yang menantang ketidakadilan global (Timur-Iran-Rusia).
Jika tidak dihentikan oleh diplomasi internasional yang adil, reformasi besar PBB, dan keadilan terhadap Palestina, maka dunia sedang bergerak menuju sebuah Armageddon modern, di mana kitab-kitab suci, hukum internasional, dan peradaban manusia dipertaruhkan.
Penutup: Seruan Kepada Umat dan Dunia
Umat manusia dan negara-negara beradab harus berdiri di atas prinsip keadilan universal dan menolak dominasi buta atas nama keamanan palsu. Dunia harus menghentikan politik standar ganda, menghukum pelanggar hukum internasional seperti Israel, dan mengembalikan hak rakyat Palestina sebagai langkah awal meredam konflik global.
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, maka (neraka) akan menyentuhmu…”
(QS. Hud: 113)
Kini saatnya dunia berpihak pada keadilan, bukan pada kekuatan. Karena jika tidak, maka kehancuran bukan hanya menimpa Timur Tengah, tapi seluruh umat manusia. Perang Dunia III bukan sekadar kemungkinan—tetapi ancaman yang nyata dan mengintai.
Disusun oleh :
Tim Analisis Global Keamanan dan Geopolitik Internasional
19 Juni 2025