Di balik setiap lembar sejarah bangsa Indonesia, selalu ada para pejuang yang dengan ikhlas mengabdikan jiwa dan raganya demi tegaknya kedaulatan negara. Mereka yang pernah berdiri gagah dengan seragam kebanggaan TNI maupun POLRI kini banyak yang telah memasuki masa purnabakti. Namun, pengabdian mereka tidak berhenti hanya karena usia dan pangkat tak lagi melekat. Semangat itulah yang kemudian terhimpun dalam sebuah wadah kebersamaan bernama PEPABRI (Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan POLRI).
Organisasi ini resmi berdiri pada 12 September 1959 di Jakarta. Kehadirannya merupakan jawaban atas kebutuhan para purnawirawan untuk tetap memiliki peran dan tempat dalam kehidupan berbangsa setelah pensiun dari kedinasan. Mereka menyadari bahwa pengalaman panjang, disiplin, serta nilai-nilai perjuangan tidak boleh berhenti begitu saja, melainkan harus terus diwariskan kepada generasi berikutnya.
Dalam sejarah awalnya, PEPABRI dipimpin oleh para purnawirawan senior yang memiliki peran besar di masa perjuangan. Ketua Umum pertama adalah Jenderal Besar (Purn) A.H. Nasution, seorang tokoh nasional yang tidak hanya dikenal sebagai Panglima Besar TNI, tetapi juga pemikir strategis pertahanan negara. Ia menegaskan bahwa purnawirawan tetap memiliki kewajiban moral untuk berjuang bagi bangsa. Dalam salah satu pesannya, Nasution menekankan:
“Pensiun bukanlah akhir dari perjuangan. Selama bangsa ini masih berdiri, maka setiap purnawirawan wajib terus mengabdi dengan cara dan jalan masing-masing.”
PEPABRI bukan sekadar organisasi sosial, melainkan rumah persaudaraan yang mengikat erat para purnawirawan serta warakawuri. Istri atau suami yang ditinggalkan oleh para pejuang bangsa pun ikut terwadahi, sehingga nilai kebersamaan tetap hidup. Dari ruang inilah lahir semangat baru: meski tidak lagi berada di garis depan, pengabdian tetap berjalan melalui kegiatan sosial, pembinaan generasi muda, hingga memberi masukan kebangsaan kepada pemerintah.
Sejak berdirinya, PEPABRI berpegang pada tiga komitmen utama. Pertama, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Para purnawirawan sadar bahwa ancaman terhadap kedaulatan tidak hanya berupa perang fisik, tetapi juga konflik sosial dan disintegrasi. Kedua, meningkatkan kesejahteraan anggota, baik melalui kerja sama dengan pemerintah maupun inisiatif kegiatan ekonomi dan sosial. Ketiga, tetap berkiprah bagi bangsa dan negara sesuai kapasitas masing-masing, dengan membawa nilai pengabdian, kejuangan, serta teladan moral.
Dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PEPABRI, ditegaskan bahwa organisasi ini memiliki pembina di setiap wilayah. Para pembina tersebut adalah pejabat TNI dan POLRI setempat, mulai dari tingkat pusat hingga daerah, yang berfungsi memberikan arahan, dukungan moral, serta menjaga kesinambungan hubungan antara purnawirawan dengan para prajurit aktif. Dengan pola ini, PEPABRI senantiasa berada dalam lingkaran kekuatan moral kebangsaan yang kokoh.
Di tengah dinamika zaman, PEPABRI tidak tinggal diam. Organisasi ini aktif mendukung kehidupan demokrasi Indonesia dengan tetap memegang teguh Pancasila dan UUD 1945. PEPABRI juga berperan sebagai perekat persatuan nasional, terutama dalam menghadapi potensi perpecahan akibat perbedaan politik maupun kepentingan.
Selain itu, PEPABRI memberi perhatian khusus pada pembinaan generasi muda. Melalui dialog kebangsaan, kegiatan sosial, hingga keterlibatan dalam pendidikan nonformal, para purnawirawan berupaya menanamkan nilai kejuangan, disiplin, dan nasionalisme kepada anak-anak bangsa. Dengan cara itu, pengalaman panjang para purnawirawan tidak berhenti sebagai cerita masa lalu, melainkan menjadi inspirasi nyata bagi masa depan Indonesia.
Di berbagai daerah, kiprah PEPABRI hadir nyata. Organisasi ini kerap menggelar kegiatan sosial, bakti masyarakat, hingga mendukung program-program pemerintah daerah. Tidak jarang, PEPABRI juga tampil sebagai mitra moral yang menyuarakan pentingnya menjaga Pancasila, persatuan nasional, serta menolak segala bentuk ideologi yang bertentangan dengan jati diri bangsa.
Kini, lebih dari enam dekade sejak kelahirannya, PEPABRI tetap berdiri teguh. Bagi para purnawirawan, pensiun bukanlah akhir dari pengabdian, melainkan babak baru untuk terus menebarkan manfaat. Seragam boleh dilepas, jabatan boleh berakhir, tetapi jiwa juang, kecintaan pada tanah air, dan semangat persaudaraan tidak akan pernah padam.
PEPABRI adalah bukti bahwa perjuangan tidak mengenal batas usia. Mereka adalah saksi hidup sejarah sekaligus guru bangsa yang senantiasa mengingatkan kita bahwa Indonesia berdiri karena pengorbanan, dan akan terus tegak karena persatuan.**
Penulis: Letkol (Purn) Firdaus