Bangun Sinergi Wilayah, Babinsa Pelayangan Intensifkan Komsos di Arab Melayu Babinsa Pasar Beri Pembinaan, Cegah Kenakalan Remaja di Beringin Babinsa Dampingi Safari Lurah Baru Tambak Sari, Jalin Kedekatan dengan Warga dan Pengusaha Lokal Gencarkan Komsos, Babinsa Pematang Lima Suku Gaungkan Sinergi untuk Keamanan Warga Babinsa Telanaipura Tekankan Sinergi dan Kewaspadaan di Rumah Dinas Wali Kota Jambi

Home / Artikel

Minggu, 23 Februari 2025 - 15:01 WIB

“KEKUASAAN YANG SALING SANDERA: TIJI TIBEH (Mati Siji Mati Kabeh)”

Oleh : Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla.

Selama hampir satu dekade, pemerintahan Presiden Joko Widodo yang lalu dan didukung penuh oleh PDI Perjuangan serta koalisinya telah melahirkan berbagai kebijakan dan undang-undang yang dinilai merugikan rakyat, bangsa, dan negara. Partai-partai yang tergabung dalam koalisi, seperti Gerindra, Golkar, Nasdem, PAN, PPP, dan PKB, turut bertanggung jawab atas lahirnya regulasi yang memperkuat oligarki dan melemahkan demokrasi.

Beberapa produk hukum yang dianggap kontroversial antara lain :

– Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba).

– ⁠Revisi Undang-Undang KPK (yang melemahkan lembaga antikorupsi).

– ⁠Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (yang menggerus hak-hak pekerja).

– ⁠Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) (yang dinilai sarat kepentingan kelompok tertentu).

Tidak hanya itu, kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) berkali-kali di tengah kondisi ekonomi yang sulit semakin menambah beban rakyat.

Baca :  Senkom Kota Jambi Turut Amankan MTQ Jambi Selatan, Wujud Sinergi Jaga Kamtibmas

Kondisi ini menggambarkan bagaimana kekuasaan yang terlalu besar cenderung korup. Hal ini selaras dengan kutipan terkenal dari Lord Acton:Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.” Kekuasaan yang tidak terkendali selalu membawa potensi penyalahgunaan. Fenomena korupsi yang sistemik dalam pemerintahan Indonesia pun semakin menguat. Seperti yang dikatakan Roma Hurmuji,hampir semua pejabat elektoral terlibat dalam praktik korupsi”, yang sering kali dijadikan alat untuk menekan lawan politik.

Kini, konstelasi politik mulai berubah. PDI Perjuangan, yang dahulu menjadi pilar utama pemerintahan Jokowi, kini berseberangan dengan kekuasaan. Namun, pengaruh Jokowi di pemerintahan Prabowo masih cukup kuat. Dalam dinamika politik yang memanas, kasus hukum mulai dimainkan sebagai alat tekanan. Salah satunya adalah penetapan Hasto sebagai tersangka dalam kasus pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku. Langkah ini diduga kuat sebagai bentuk tekanan politik menjelang Kongres PDI Perjuangan tahun ini.

Baca :  Upaya Pencegahan Stunting, Babinsa Desa Rantau Gedang Dampingi Kegiatan Posyandu di Wilayah Binaan

Merasa diserang, PDI Perjuangan tidak tinggal diam. Dengan semangat “Mati Siji, Mati Kabeh”, partai ini mulai melakukan perlawanan terbuka terhadap Jokowi dan keluarganya. Banyak pihak menduga bahwa PDI Perjuangan memiliki sejumlah kartu truf yang dapat membongkar berbagai kebijakan kontroversial serta dugaan praktik korupsi yang melibatkan lingkaran kekuasaan.

Jika benar ingin melakukan pembongkaran, maka seharusnya dilakukan secara menyeluruh Seluruh partai politik, anggota DPR, kepala daerah, hingga pemenang Pilpres seharusnya di audit secara transparan (bila perlu dilakukan oleh Auditor Internasional). Hal ini diperlukan agar masyarakat memahami bahwa kerusakan sistemik telah mengakar dalam tubuh pemerintahan dan politik Indonesia.

Baca :  Ngopi Sendiri: Merayakan Sepi, Menemukan Arti

Indonesia saat ini tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja. Kerusakan telah menjalar ke seluruh aspek, baik struktural maupun fungsional. Sistem korporatokrasi yang mendominasi pemerintahan telah menciptakan lingkaran setan korupsi, termasuk korupsi kebijakan.

Demokrasi yang berjalan dengan biaya politik tinggi menyebabkan para pemimpin yang terpilih lebih mengutamakan kepentingan oligarki yang mendanai mereka.

Jika Indonesia ingin benar-benar berubah, maka sistem politik demokrasi yang bercampur dengan kapitalisme harus dikaji ulang atau di RESET ULANG (Re-start).

Sejarah telah menunjukkan bahwa Islam memiliki sistem pemerintahan dan ekonomi yang dapat menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan. Kini, pertanyaannya adalah: apakah bangsa ini siap untuk melepaskan diri dari cengkeraman oligarki dan membangun sistem yang lebih adil..?

Waktunya telah tiba untuk perubahan besar.

Share :

Baca Juga

Artikel

Dendam Tiongkok terhadap Nusantara: Dari Konflik Majapahit hingga Infiltrasi Modern

Artikel

Jambi dan Desain Besar Sawit–Kelapa–Karet: Antara Rencana Strategis dan Realita

Artikel

Pentingnya Peranan Medsos Di Era Digitalisasi

Artikel

Kopi sebagai Sumber Inspirasi dan Simbol Kreativitas di Era Digital

Artikel

TERUSAN KRA: PELUANG EMAS INDONESIA UNTUK MEMULIHKAN KEJAYAAN MARITIM

Artikel

“Tertampar” Wartawan Muda, Kopi Makin Pahit

Artikel

Isra’ Mi’raj dalam Perspektif Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan Modern, dan Teori Relativitas

Artikel

Diamnya Orang Baik: Sebuah Renungan Tentang Kezaliman