Oleh: Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla
Pendahuluan: Keajaiban Islam dalam Cahaya Ilmu Pengetahuan
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya Islam ke seluruh penjuru dunia.
Hari ini, kita akan membahas peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dari sudut pandang yang unik, yaitu melalui perspektif Al-Qur’an, ilmu pengetahuan modern, teori relativitas Einstein, serta penemuan ilmiah terbaru.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(QS. Al-Isra’: 1)
Ayat ini tidak hanya menceritakan perjalanan luar biasa Rasulullah SAW, tetapi juga memberikan petunjuk bahwa Allah SWT memiliki hukum-hukum alam yang belum terjangkau oleh manusia pada masa itu.
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, kita mulai memahami bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj bukan hanya mukjizat, tetapi juga dapat dikaji melalui fisika relativitas, dimensi paralel, dan teori wormhole dalam kosmologi modern.
Tahap Pertama: Perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Palestina dengan Kecepatan Cahaya
Menurut riwayat, Nabi Muhammad SAW berangkat dari Masjidil Haram (Makkah) menuju Masjidil Aqsha (Palestina) dengan mengendarai Buraq, makhluk Allah yang memiliki kecepatan luar biasa.
Pertanyaannya:
Seberapa cepat Buraq itu bergerak?
Apakah ia bergerak dengan kecepatan cahaya?
Dalam ilmu fisika, kecepatan cahaya adalah 299.792 km/detik (dibulatkan 300.000 km/detik).
Jika kita hitung:
Jarak Makkah ke Palestina sekitar 1.500 km.
Jika Buraq bergerak dengan kecepatan cahaya, maka waktu yang diperlukan:
Waktu = Jarak / Kecepatan
= 1.500 km / 300.000 km/detik
= 0,005 detik (5 milidetik)
Artinya, perjalanan ini hanya membutuhkan 5 milidetik. Ini menjelaskan bagaimana Isra’ Nabi terjadi dalam waktu seketika.
Dalam teori relativitas Einstein, ada konsep yang disebut time dilation (pelebaran waktu). Jika seseorang bergerak mendekati kecepatan cahaya, maka waktu bagi orang tersebut akan berjalan lebih lambat dibandingkan waktu di Bumi.
Hal ini mungkin menjelaskan bagaimana Rasulullah SAW bisa mengalami berbagai peristiwa dalam perjalanan Isra’, tetapi di dunia waktu tetap berjalan normal.
Tahap Kedua: Mi’raj ke Sidratul Muntaha melalui Dimensi Paralel dan Wormhole
Setelah tiba di Masjidil Aqsha, Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan vertikal menuju Sidratul Muntaha.
Bagaimana perjalanan ini bisa terjadi?
1. Dimensi Paralel dan Langit Berlapis
Allah SWT berfirman:
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi…”
(QS. At-Talaq: 12)
Teori multiverse yang dikembangkan oleh fisikawan Hugh Everett menyatakan bahwa alam semesta terdiri dari banyak dimensi yang berbeda. Ini sesuai dengan konsep tujuh langit dalam Islam.
Dalam perjalanan Mi’raj, setiap kali Rasulullah SAW naik ke langit yang lebih tinggi, beliau bertemu dengan para nabi sebelumnya:
Langit pertama: Nabi Adam AS
Langit kedua: Nabi Isa AS dan Nabi Yahya AS
Langit ketiga: Nabi Yusuf AS
Langit keempat: Nabi Idris AS
Langit kelima: Nabi Harun AS
Langit keenam: Nabi Musa AS
Langit ketujuh: Nabi Ibrahim AS
Hingga akhirnya, Rasulullah SAW mencapai Sidratul Muntaha, batas tertinggi yang bisa dijangkau makhluk.
2. Black Hole dan Wormhole: Jalan Pintas Antar-Dimensi
Dalam astrofisika, terdapat konsep black hole dan wormhole.
Black hole adalah objek yang gravitasinya sangat kuat hingga cahaya pun tidak bisa keluar.
Wormhole adalah terowongan antar-dimensi yang memungkinkan perjalanan jauh dalam waktu singkat.
Dalam teori relativitas, wormhole memungkinkan dua titik di alam semesta terhubung secara instan, sehingga perjalanan jarak miliaran tahun cahaya bisa terjadi dalam hitungan detik.
Mungkinkah perjalanan Mi’raj menggunakan konsep ini?
Ketika Rasulullah SAW naik ke langit, waktu di dunia tetap berjalan normal, tetapi di dimensi yang berbeda, perjalanan bisa terjadi dalam hitungan detik atau menit.
Menghitung Jarak ke Sidratul Muntaha
1. Bintang Terdekat ke Bumi
Bintang terdekat ke Bumi adalah Proxima Centauri, berjarak 4,24 tahun cahaya atau sekitar 40 triliun km.
Jika Rasulullah SAW melewati miliaran galaksi di setiap lapisan langit, jaraknya tentu jauh lebih besar.
2. Berapa Lama Perjalanan Ini Secara Normal?
Jika menggunakan kecepatan cahaya (300.000 km/detik), mencapai bintang terdekat saja memerlukan 4,24 tahun.
Untuk mencapai Sidratul Muntaha, secara normal bisa membutuhkan jutaan hingga miliaran tahun.
Namun, dengan konsep wormhole atau percepatan dimensi, perjalanan ini bisa terjadi dalam hitungan detik.
Kesimpulan: Kebenaran Islam dan Mukjizat dalam Perspektif Ilmiah
1. Isra’ Mi’raj bukan hanya perjalanan spiritual, tetapi juga mukjizat yang dapat dikaji dengan ilmu pengetahuan modern.
2. Teori relativitas Einstein, wormhole, dan dimensi paralel memberikan kemungkinan ilmiah bagi perjalanan Nabi Muhammad SAW ke langit.
3. Al-Qur’an telah memberikan petunjuk sejak 1400 tahun lalu tentang konsep langit berlapis, yang kini mulai dipahami oleh ilmu pengetahuan modern.
Allah SWT berfirman:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar…”
(QS. Fussilat: 53)
Penutup: Memperkuat Iman Melalui Ilmu Pengetahuan
Sebagai Muslim, kita tidak perlu takut meneliti ilmu pengetahuan. Justru, semakin maju ilmu pengetahuan, semakin jelas bahwa Islam adalah agama yang mendahului zaman.
Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah bukti nyata kebesaran Allah SWT, dan ilmu pengetahuan hanyalah alat untuk semakin memahami keajaiban-Nya.
Semoga artikel ini membuka wawasan dan semakin memperkuat keimanan kita.
Wallahu A’lam Bish-Shawab.