Diduga Terlibat Galian C Ilegal, Oknum Kades di Tanjabbar Disorot, Aparat Diminta Bertindak Tegas Danrem 043/Gatam Ziarah ke Makam Raden Inten II, Tegaskan Semangat Pembentukan Kodam Raden Inten Kodim 0419/Tanjab Terima Sertifikat Tanah Hibah untuk Koramil Betara Dukung Mobilitas Operasional Satuan, Korem 042/Gapu Terima 6 Unit Kendaraan Taktis Maung dari Kemenhan RI Polda Jambi Musnahkan 5 Kg Sabu Hasil Tangkapan di Muaro Jambi, Tiga Tersangka Diamankan

Home / Artikel

Kamis, 19 Juni 2025 - 06:00 WIB

Pers: Di Antara Pilar Demokrasi dan Pelanggar Kaidah Bahasa

Oleh: Jagat Taniwara

Pers di Indonesia dikenal sebagai pilar keempat demokrasi—penyambung lidah rakyat, pengawas kekuasaan, dan pencatat sejarah bangsa. Namun di balik peran krusial tersebut, tak sedikit media massa yang justru terperosok dalam kubangan pelanggaran kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penyimpangan ini bukan sekadar soal tata bahasa, melainkan juga mencerminkan lemahnya tanggung jawab budaya dan pendidikan dalam ruang publik.

Penyebaran yang Masif, Pembinaan yang Minim

Di era digital, produk jurnalistik tersebar dalam hitungan detik. Tapi ironisnya, seiring dengan derasnya arus informasi, mutu bahasa yang digunakan justru kian tergerus. Banyak media online yang mengabaikan kaidah EYD, mencampuradukkan ragam bahasa resmi dan tidak resmi, serta terjerumus pada gaya bahasa bombastis nan dangkal demi klik dan viralitas.

Salah satu contoh nyata adalah penggunaan judul berita sensasional yang melenceng dari isi, kalimat pasif yang berlebihan, dan istilah asing yang tidak diserap atau disesuaikan dengan kaidah Bahasa Indonesia. Sering pula ditemukan ketidaksesuaian struktur kalimat, ejaan yang keliru, serta pemakaian diksi yang tak tepat dalam menjelaskan isu krusial.

Baca :  Hijrah adalah Perjalanan yang Tak Terlihat oleh Mata, Tapi Dirasakan oleh Jiwa

Media Sebagai Agen Pembudayaan Bahasa

Selayaknya lembaga pendidikan, media memiliki peran vital dalam pembinaan bahasa. Jika setiap hari masyarakat mengonsumsi bahasa dari media massa, maka apa yang mereka baca dan dengar akan menjadi acuan komunikasi sehari-hari. Bila yang tersaji adalah bahasa yang keliru, maka sesungguhnya media turut membentuk publik yang keliru pula dalam berbahasa.

Ini bukan soal idealisme linguistik semata. Bahasa adalah instrumen berpikir. Bahasa yang amburadul bisa menuntun pada cara berpikir yang juga kacau. Maka ketika media sebagai pembentuk opini publik menyajikan konten dengan bahasa yang asal-asalan, kita patut khawatir akan menurunnya mutu intelektual masyarakat secara kolektif.

Baca :  Membaca Lansekap Jambi: Mengurai Kompleksitas, Menata Konektivitas

Kebutuhan Mendesak: Redaktur Bahasa dan Etika Linguistik

Banyak perusahaan media—terutama online—yang tidak lagi mempekerjakan redaktur bahasa. Akibatnya, produk jurnalistik lolos tanpa penyuntingan linguistik. Ini tak hanya soal estetika, tapi juga soal etika dan tanggung jawab sosial. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pun sering kewalahan dalam mengedukasi media karena lemahnya regulasi dan kesadaran pelaku media.

Sudah saatnya pemerintah melalui Dewan Pers, bekerja sama dengan lembaga bahasa dan asosiasi jurnalis, mendorong lahirnya Standar Bahasa Jurnalistik Nasional. Pelatihan, sertifikasi, hingga audit mutu bahasa media perlu digalakkan agar produk jurnalistik tidak hanya informatif, tetapi juga mendidik dan mencerahkan.

Penutup: Merdeka dalam Bahasa, Bermartabat dalam Pers

Menjaga bahasa adalah menjaga peradaban. Dalam dunia pers, menjaga bahasa berarti menjaga kualitas demokrasi. Jika media ingin tetap dipercaya sebagai penuntun nurani publik, maka ia tak hanya wajib menyampaikan fakta dan kritik, tapi juga bertanggung jawab menyajikan bahasa yang sehat, jernih, dan membangun.

Baca :  Ngopi Sendiri: Merayakan Sepi, Menemukan Arti

Merdeka dalam bersuara tidak berarti bebas merusak tatanan bahasa. Karena di balik setiap kalimat berita, terselip tanggung jawab kebangsaan.


Tentang Penulis

Jagat Taniwara adalah nama pena seorang Purnawirawan TNI Angkatan Darat yang pernah bertugas di Satuan Penerangan TNI AD. Ia meyakini bahwa perjuangan menjaga negeri tidak hanya lewat senjata, tetapi juga lewat pena, suara, dan keberanian menyampaikan kebenaran. Kini ia aktif menulis opini dan kritik konstruktif demi menjaga marwah demokrasi dan kebangsaan.

Share :

Baca Juga

Artikel

Kopi sebagai Sumber Inspirasi dan Simbol Kreativitas di Era Digital

Artikel

Paradoks PIK 2: Antara Pengingkaran dan Kenyataan, Siapa yang Bermain di Balik Pagar Laut..?

Artikel

Koalisi Golkar-PSI Dukung Budi Untuk Kota Jambi BerBudi

Artikel

Menghargai Setiap Profesi: Sebuah Pelajaran tentang Adab dalam Berkomunikasi

Artikel

Partisipasi Semesta dan Investasi Dini, Kunci Pendidikan Bermutu

Artikel

Kekuasaan Tidak Ada yang Abadi

Artikel

Catatan Ketua MPR RI : Menuju Endemi, Ikhtiar Merdeka dari COVID-19

Artikel

Pengkhianatan yang Terulang: Dari Pengungsi Terusir Menjadi Penjajah Kejam