Menunduk untuk Mengulurkan Tangan: Kodim 0416/Bute dan Lions Club Salurkan Bantuan untuk Pejuang Bangsa LDII Tutup Perkemahan CAI ke-46 Jambi: Serukan Nasionalisme dan Akhlak Mulia LDII Jambi Dorong Dakwah Lewat Tulisan di Perkemahan CAI ke-46 RPJMD dan Pembangunan yang Berakar pada Kebutuhan Rakyat Dari Bapeltan, Pesan Kemanusiaan Senkom Menggema

Home / Artikel

Rabu, 18 Juni 2025 - 08:47 WIB

Pentingnya Peranan Medsos Di Era Digitalisasi

Oleh: Herianto Reza

(SUARA JAMBI)

Di era digitalisasi yang melaju tanpa rem, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut kehidupan manusia modern. Apa yang dulu membutuhkan waktu berhari-hari untuk disampaikan, kini hanya butuh detik untuk menjangkau seluruh penjuru dunia. Dari Twitter (X), Facebook, Instagram, hingga TikTok dan WhatsApp—media sosial menjelma menjadi ruang publik baru, tempat komunikasi, edukasi, bahkan mobilisasi massa terjadi secara real time.

Tak ada lagi sekat geografis. Anak desa bisa berdialog langsung dengan influencer ibukota. Petani bisa belajar inovasi pertanian dari luar negeri hanya lewat video pendek. UMKM bisa go digital dengan satu unggahan sederhana. Media sosial telah mengubah wajah interaksi manusia—lebih cepat, lebih luas, dan lebih dinamis.

Baca :  “Konflik Iran–Israel: Jalan Menuju Armageddon Dunia dan Kejatuhan Hegemoni Global”

Namun, seperti dua sisi mata uang, kehadirannya juga membawa tantangan pelik. Remaja mengalami gangguan citra diri karena terus membandingkan hidupnya dengan unggahan “bahagia palsu” milik orang lain. Kecemasan sosial, tekanan mental, dan krisis identitas muncul sebagai efek domino dari konten yang tak selalu nyata namun seolah sempurna.

Lebih jauh, penyebaran hoaks menjadi wabah baru. Di tengah literasi digital yang belum merata, berita palsu dengan mudah diterima sebagai fakta. Dalam hitungan detik, kebohongan bisa viral dan membentuk persepsi publik, bahkan memicu konflik horizontal. Ini bukan sekadar masalah teknologi, tapi soal etika dan tanggung jawab bersama.

Baca :  Iran Balas Serangan: Pangkalan Militer AS di Qatar Dihantam Rudal, Wilayah Israel Dilanda Hujan Drone dan Roket Presisi Tinggi

Karena itu, kunci dari tantangan ini adalah melek digital. Masyarakat harus dibekali kemampuan berpikir kritis, memilah informasi, dan memahami algoritma media sosial yang kadang tak berpihak pada kebenaran, tapi pada keterlibatan (engagement). Tanpa kesadaran ini, kita akan menjadi korban—bukan pelaku aktif—dalam ekosistem digital.

Namun jangan salah: potensi positif media sosial juga luar biasa besar. Lihat saja gerakan sosial yang viral dan mampu menggerakkan bantuan kemanusiaan dalam hitungan jam. Lihat edukator muda yang membagikan ilmu gratis dan konsisten menyuarakan keadilan, lingkungan, dan kesehatan. Jika digunakan dengan empati dan nalar sehat, media sosial bisa menjadi alat pemberdayaan rakyat.

Baca :  Membaca Lansekap Jambi: Mengurai Kompleksitas, Menata Konektivitas

Hari ini, tantangan terbesar kita bukanlah menjauhi media sosial, melainkan mengelolanya dengan bijak. Jadikan media sosial bukan cermin semu, tapi jendela ilmu. Bukan sekadar panggung pencitraan, tapi wahana perubahan.

Karena di era ini, yang menguasai informasi—bukan yang berkuasa atas senjata—adalah mereka yang menggerakkan dunia.**)

Share :

Baca Juga

Artikel

Catatan Ketua MPR RI : Menuju Endemi, Ikhtiar Merdeka dari COVID-19

Artikel

Bansos dan Money Politic di Pilkada, Cerminan Kegagalan Revolusi Mental

Artikel

Generasi Bangsa dalam Bahaya: Tragedi LGBT dan Pelajaran bagi Kita Semua

Artikel

Panen Raya Oligarki: Saatnya Negara Kembali ke Pangkuan Rakyat..!

Artikel

Penyamaan Sawit dengan Hutan Alami: Analisis Kritis terhadap Fungsi Ekologis dan Dampak Lingkungan

Artikel

74 Tahun Penerangan TNI AD: Bekerja dengan Hati, Menyatukan Negeri

Artikel

Kebangkitan Nasional: Menyalakan Obor Perjuangan Menuju Indonesia Emas

Artikel

Mengabdi pada Dua Penguasa: Ketika Kemerdekaan Belum Sempurna