Oleh : Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla.
Skandal korupsi di tubuh Pertamina kembali mencoreng wajah BUMN Indonesia. Sejumlah petinggi perusahaan migas negara ini ditangkap dalam dugaan mega korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Ironisnya, di tengah dugaan praktik korupsi ini, para direksi dan dewan komisaris tetap menerima gaji fantastis yang bersumber dari uang rakyat.
Lalu, di mana tanggung jawab mereka? Mengapa pengawasan internal justru membiarkan skandal ini terjadi? Bagaimana hukum harus ditegakkan agar tidak ada lagi penyalahgunaan kekuasaan di BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak ini..?
SKANDAL KORUPSI: MODUS DAN AKTOR UTAMA
Dugaan mega korupsi di Pertamina ini melibatkan sejumlah pejabat tinggi yang memiliki akses langsung terhadap kebijakan strategis perusahaan. Beberapa modus yang diduga digunakan antara lain :
• Mark-up proyek pengadaan – Harga barang dan jasa di-markup hingga berkali-kali lipat, dengan selisih masuk ke kantong pribadi.
• Manipulasi kontrak dan tender fiktif – Tender proyek dikuasai kelompok tertentu, sementara dana mengalir ke pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
• Suap dan gratifikasi – Pengusaha-pengusaha tertentu diduga memberikan suap untuk mendapatkan proyek besar.
• Penyalahgunaan anggaran dan investasi bodong – Dana besar dialokasikan ke proyek yang sebenarnya tidak berjalan.
Beberapa petinggi Pertamina telah ditangkap dalam kasus ini. Namun, ada satu pertanyaan besar : Di mana tanggung jawab dewan komisaris dan direksi Pertamina yang selama ini bertugas sebagai pengawas..?
GAJI SELANGIT, PENGAWASAN NOL BESAR..!
Sebagai BUMN strategis, Pertamina membayar gaji dan tunjangan luar biasa kepada para direksi dan komisarisnya. Berikut adalah rincian gaji mereka:
Direksi Pertamina
• Direktur Utama: Rp3,2 miliar per bulan
• Wakil Direktur Utama: Rp2,88 miliar per bulan
• Anggota Direksi lainnya: Rp2,72 miliar per bulan
Dewan Komisaris Pertamina
• Komisaris Utama: Rp200 juta per bulan (belum termasuk tunjangan dan bonus tahunan)
• Anggota Komisaris lainnya: Rp175 juta per bulan
Total gaji direksi dan komisaris ini bahkan bisa lebih tinggi dengan tambahan tunjangan, bonus kinerja, dan berbagai fasilitas mewah.
Namun, meski dibayar dengan jumlah yang luar biasa besar, pengawasan terhadap skandal korupsi ini nyaris tidak ada. Seharusnya, dewan komisaris yang bertugas mengawasi direksi bertanggung jawab penuh atas bobroknya pengelolaan keuangan di tubuh Pertamina.
HUKUM HARUS TEGAS: PASAL-PASAL YANG DILANGGAR
Dalam skandal ini, para tersangka dapat dijerat dengan berbagai pasal hukum, antara lain :
1. Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
• Pasal 2: Korupsi yang merugikan keuangan negara dapat dihukum penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.
• Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan yang mengakibatkan kerugian negara dapat dihukum minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara, serta denda hingga Rp1 miliar.
2. Pasal 55 KUHP
• Semua pihak yang turut serta dalam tindak pidana ini dapat dihukum dengan pidana yang sama.
3. Pasal 6 dan Pasal 12 UU Tipikor
• Ancaman pidana untuk pegawai negeri atau pejabat BUMN yang menerima suap bisa mencapai seumur hidup atau minimal 4 tahun.
Jika hukum benar-benar ditegakkan, para pejabat yang terbukti bersalah dalam kasus ini tidak hanya harus dihukum berat, tetapi juga wajib mengembalikan seluruh uang hasil korupsi kepada negara.
DAMPAK SOSIAL: RAKYAT KIAN TERJERAT
Kasus korupsi di Pertamina bukan sekadar skandal elite, tetapi juga memiliki dampak besar bagi rakyat :
• Kenaikan Harga BBM – Korupsi membuat harga BBM semakin mahal karena anggaran yang seharusnya untuk efisiensi malah dikorupsi.
• Defisit Anggaran Negara – Dana subsidi yang seharusnya membantu rakyat malah bocor ke kantong para pejabat korup.
• Krisis Kepercayaan Publik terhadap BUMN – Masyarakat semakin tidak percaya bahwa BUMN dikelola secara transparan dan profesional.
Pemerintah harus segera turun tangan untuk mengaudit total keuangan Pertamina dan memastikan kasus ini tidak berulang.
TUNTUTAN RAKYAT: TINDAKAN TEGAS DAN TRANSPARANSI
Rakyat menuntut beberapa hal agar skandal ini tidak menjadi sekadar “angin lalu”:
1. Penangkapan dan Pengusutan Hingga ke Akar-akarnya
• Tidak hanya petinggi yang sudah ditangkap, tetapi juga pejabat lain yang terlibat, termasuk oknum di kementerian terkait.
2. Pembersihan dan Reformasi di Tubuh Pertamina
• Restrukturisasi total agar perusahaan ini tidak lagi menjadi “ladang bancakan” elite politik dan mafia migas.
3. Penerapan Sistem Pengawasan yang Transparan
• Harus ada audit independen berkala terhadap keuangan Pertamina, yang hasilnya bisa diakses oleh publik.
4. Penyitaan Aset Koruptor
• Aset-aset yang diperoleh dari hasil korupsi harus disita dan dikembalikan kepada negara.
KESIMPULAN: INDONESIA HARUS BANGKIT MELAWAN MAFIA MIGAS
Mega korupsi di Pertamina adalah bukti nyata bahwa BUMN di Indonesia masih menjadi sarang praktik korupsi. Jika tidak ada tindakan tegas, skandal serupa akan terus terjadi, menguras uang negara dan membebani rakyat kecil.
Pemerintah dan aparat hukum harus membuktikan bahwa Indonesia adalah negara hukum, bukan negara yang tunduk pada mafia migas. Saatnya memberantas korupsi dari akar-akarnya dan memastikan bahwa BUMN benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir elite.**