Bangun Sinergi Wilayah, Babinsa Pelayangan Intensifkan Komsos di Arab Melayu Babinsa Pasar Beri Pembinaan, Cegah Kenakalan Remaja di Beringin Babinsa Dampingi Safari Lurah Baru Tambak Sari, Jalin Kedekatan dengan Warga dan Pengusaha Lokal Gencarkan Komsos, Babinsa Pematang Lima Suku Gaungkan Sinergi untuk Keamanan Warga Babinsa Telanaipura Tekankan Sinergi dan Kewaspadaan di Rumah Dinas Wali Kota Jambi

Home / Artikel

Minggu, 6 April 2025 - 13:11 WIB

PANEMBAHAN PALEMBANG: JEJAK SANG PENGUASA MARITIM YANG TERLUPAKAN, BANGKITKAN KEBANGGAAN MELAYU NUSANTARA

Oleh : Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla.

PalembangDi balik kabut sejarah, tersimpan sosok agung yang nyaris terlupakan dari narasi kebesaran Nusantara. Dialah Panembahan Palembang — penguasa tangguh yang pernah menjadi penopang marwah Melayu di sepanjang tepian Sungai Musi. Hari ini, dunia seolah tertampar ketika fakta-fakta sejarah mulai terkuak: Palembang bukan hanya kota tua, tetapi episentrum kekuasaan maritim yang melanjutkan spirit Kerajaan Sriwijaya setelah ratusan tahun senyap.

Sosok yang Menyatukan Tanah Air dan Air Tanah

Panembahan Palembang bukan sekadar penguasa lokal. Ia adalah simbol resistensi, representasi kekuasaan otonom yang berani menantang kolonialisme awal. Dalam catatan sejarah lokal dan hikayat Melayu kuno, Panembahan Palembang berdiri sebagai penerus sah kebesaran Sriwijaya — kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara. Ketika Majapahit mulai redup, dan penjajahan perlahan menyusup dari barat, Palembang justru menegakkan kepala sebagai pusat baru perlawanan dan kebudayaan.

Baca :  “Dak Biso Eloki, Jangan Ngerusak” — Menjaga Marwah PEPABRI dengan Jiwa Kesatria dan Semangat Kebangsaan

Dengan kekuatan armada sungainya, Panembahan Palembang memegang kendali atas jalur perdagangan rempah, timah, dan emas dari pedalaman Sumatera ke laut Cina Selatan. Sungai Musi bukan sekadar urat nadi ekonomi, melainkan medan kekuasaan di mana kekuatan militer dan diplomasi dikuasai penuh oleh sang Panembahan. Ia mengatur pelabuhan, mencetak mata uang sendiri, hingga membuat aliansi politik dengan kerajaan-kerajaan se-Nusantara. Inilah bukti nyata bahwa Palembang di era Panembahan adalah pusat thalassokrasi — kekuasaan yang berpijak di atas laut.

Ketika Belanda Takluk pada Kebesaran Lokal

Dalam berbagai laporan VOC, disebutkan betapa sulitnya menaklukkan Palembang. Panembahan Palembang dikenal lihai dalam berstrategi. Ia membuka dan menutup jalur logistik dengan taktik river blockading, mengandalkan pengetahuan lokal akan aliran sungai, rawa, dan pasang surut air. Panembahan ini juga memperkuat benteng dan sistem pertahanan darat berbasis komunitas rakyat — sebuah bentuk milisi awal Nusantara yang sangat efektif dalam gerilya.

Baca :  Maknai Idul Adha, Babinsa Pakuan Baru Pantau Qurban, Tegaskan Nilai Ketaatan dan Kepedulian Sosial

Belanda mencatat dalam arsip mereka bahwa Panembahan Palembang adalah lawan yang tidak bisa diremehkan. Beberapa ekspedisi militer Belanda ke Palembang justru berakhir memalukan. Bahkan pada 1659, VOC harus menandatangani perjanjian dagang yang lebih menguntungkan Palembang demi menjaga akses ke hasil bumi Sumatera.

Peninggalan yang Terlupakan, Kebesaran yang Terkubur

Sayangnya, nama Panembahan Palembang kini hanya terdengar di ruang-ruang terbatas. Istana lama telah runtuh, manuskrip banyak hilang, dan sistem pendidikan nasional nyaris tak menyinggungnya. Padahal, jika ditelusuri lebih dalam, Panembahan Palembang adalah poros dari pembentukan identitas maritim Melayu-Indonesia yang otentik.

Ia bukan hanya penguasa, tetapi juga ulama, budayawan, dan arsitek politik Islam lokal. Dalam sistem pemerintahannya, ia menggabungkan hukum adat, syariat Islam, dan kearifan lokal dalam satu struktur yang harmonis. Banyak masjid tua di Palembang yang arsitekturnya masih menyimpan jejak filosofi kepemimpinan Panembahan — sederhana namun kokoh, mengakar namun menjulang.

Baca :  Ilusi Perwakilan Rakyat: Membongkar Realitas Legislasi di DPR RI

Saatnya Mengangkat Kembali Panembahan Palembang sebagai Pahlawan Maritim Nusantara

Hari ini, ketika Indonesia menggagas diri sebagai Poros Maritim Dunia, nama Panembahan Palembang layak dikumandangkan kembali. Pemerintah daerah, sejarawan, dan masyarakat sipil didorong untuk membuka kembali lembaran-lembaran sejarah yang telah lama tersembunyi. Pemugaran situs, penulisan ulang sejarah berbasis manuskrip lokal, hingga pengusulan gelar Pahlawan Nasional harus segera menjadi agenda strategis kebudayaan bangsa.

Bukan hanya untuk kebanggaan Palembang, tapi untuk seluruh Indonesia. Sebab di balik kejayaan Panembahan Palembang, tersembunyi benih perlawanan, kekuatan diplomasi, dan kebangkitan kedaulatan lokal yang menjadi fondasi kokoh bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia hari ini.

Panembahan Palembang bukan hanya nama. Ia adalah jiwa maritim yang tak lekang oleh zaman. Dan kini, ia menunggu untuk dibangkitkan kembali — bukan dari makam, tapi dari ingatan kolektif bangsa.

Share :

Baca Juga

Artikel

JAMBI DALAM KERANGKA MULTI-LEVEL GOVERNANCE 2026

Artikel

Ledakan Hoaks di Medsos: Tantangan Literasi Digital di Era Banjir Informasi

Artikel

Selat Malaka: Harta Karun Maritim yang Tidak Dinikmati Indonesia

Artikel

Dirgahayu TNI ke-79: Transformasi Menuju Kekuatan Modern dan Penjaga Stabilitas Nasional

Artikel

Isra’ Mi’raj dalam Perspektif Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan Modern, dan Teori Relativitas

Artikel

Satgas TMMD Rehabilitasi Madrasah di Desa Teluk Kuali, Bantu Akses Pendidikan Berkualitas

Artikel

Panen Raya Oligarki: Saatnya Negara Kembali ke Pangkuan Rakyat..!

Artikel

Teori Bohlam Listrik: Sebuah Cermin bagi Pejabat Publik tentang Arti Jabatan, Kehormatan, dan Kehidupan Pasca Kekuasaan