Oleh: Letkol (Purn) Firdaus
SENJA memerah di ufuk barat, menyapukan cahaya keemasan yang menari di ujung dedaunan. Angin berbisik lembut, menggoyangkan ranting pohon tua yang akarnya mencengkeram kuat bumi. Di sebuah aula sederhana, berdiri para pria dan wanita dengan rambut memutih, namun sorot matanya tetap tajam, memancarkan semangat yang tak pernah pudar. Mereka adalah para purnawirawan—jiwa-jiwa pejuang yang memilih untuk tetap mengabdi, walau masa dinas aktif telah berakhir. Mereka adalah keluarga besar Pepabri.
Pepabri bukan sekadar organisasi. Ia adalah rumah bagi mereka yang pernah berdiri di garis depan, menghadapi angin badai, dan melangkah di tengah hujan peluru. Kini, mereka berkumpul bukan lagi sebagai prajurit bersenjata, tetapi sebagai saudara, terikat oleh nilai-nilai kebersamaan, solidaritas, dan kepedulian sosial. Di sini, pangkat dan jabatan masa lalu tidak lagi menjadi ukuran. Semua setara, semua bersaudara.
Namun, seperti sebuah keluarga besar, menjaga keharmonisan bukanlah perkara mudah. Di tengah ragam latar belakang dan pengalaman, perbedaan pendapat kadang muncul seperti gelombang di lautan. Ada yang berbicara dengan lantang, ada yang memilih diam, dan ada pula yang lebih suka mendengarkan. Tetapi Pepabri mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk saling menjatuhkan. Sebaliknya, ia adalah peluang untuk saling memahami, untuk saling belajar.
Dalam setiap pertemuan, selalu ada canda dan tawa. Ada pula kisah-kisah masa lalu yang diceritakan kembali, menghadirkan kehangatan nostalgia. Tetapi bukan hanya cerita kemenangan yang dibagikan. Ada pula kisah kehilangan, cerita tentang sahabat yang gugur di medan laga, kenangan tentang pengorbanan yang tak ternilai. Semua itu menjadi bagian dari jalinan sejarah yang tak pernah terlupakan.
Namun, Pepabri bukan hanya tentang masa lalu. Ia adalah tentang pengabdian yang terus berlanjut. Di tengah masyarakat, para purnawirawan menjadi teladan, menjadi pelita bagi generasi muda. Mereka berbagi pengalaman, memberikan nasihat, dan mengulurkan tangan bagi mereka yang membutuhkan. Keberadaan mereka adalah bukti bahwa pengabdian tidak pernah berhenti.
Tapi organisasi ini bukan panggung bagi kepentingan pribadi. Ia adalah ladang pengabdian, tempat menanam benih manfaat yang akan tumbuh bagi banyak orang. Kepentingan bersama harus selalu didahulukan, agar kehormatan keluarga ini tetap terjaga. Setiap anggota diajak untuk memiliki sikap rendah hati, saling menghormati, dan berkomitmen untuk membangun organisasi yang kuat.
“Kita mungkin telah menanggalkan seragam, tapi bukan berarti kita menanggalkan semangat juang,” kata seorang anggota senior, suaranya mantap namun penuh kehangatan. “Pepabri adalah tempat kita belajar kembali menjadi saudara. Di sini, kita saling menguatkan, bukan saling menjatuhkan.”
Matahari mulai tenggelam sepenuhnya, menyisakan semburat jingga di langit. Namun bagi Pepabri, senja bukanlah akhir. Ia adalah awal dari sebuah malam yang penuh makna, tempat cahaya solidaritas akan terus bersinar, menerangi jalan pengabdian.
Dan dalam setiap langkah mereka, dalam setiap sapa dan pelukan hangat, dalam setiap doa yang terucap, Pepabri terus menjadi bukti bahwa pengabdian bukan tentang kapan dimulai atau kapan berakhir. Pengabdian adalah nafas yang terus berhembus, selama hati masih berdetak.
“Old soldiers never die, they just fade away.”