Restrukturisasi TNI, Presiden Prabowo Lantik Enam Panglima Kodam Baru dan Wakil Panglima TNI ATOM: Viralitas yang Mengguncang Peta Politik Indonesia Menuju Pilpres 2029 Pengurus Baru IDFJ Periode 2025–2027 Resmi Dilantik Semarak HUT RI ke-80, PWI Jambi Angkat Domino Jadi Ajang Persaudaraan Wartawan Kolonel Purn Ade Sugiarto Didapuk Ketua Panitia HUT ke-66 Pepabri Jambi

Home / Artikel

Senin, 3 Februari 2025 - 16:01 WIB

Abraham Samad dan Mantan Pimpinan KPK Laporkan Dugaan Korupsi Agung Sedayu Group terkait Pemagaran Laut PIK 2

Tangkapan layar saat Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Abraham Samad. bersama sejumlah mantan pimpinan KPK lainnya di wawancarai awak media/swjdaily

Tangkapan layar saat Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Abraham Samad. bersama sejumlah mantan pimpinan KPK lainnya di wawancarai awak media/swjdaily

Oleh : Laksma TNI (Pum) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla.

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Abraham Samad. bersama sejumlah mantan pimpinan KPK lainnya, telah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Agung Sedayu Group dalam kasus pemagaran laut sepanjang 30.16 kilometer di pesisir Tangerang. Banten. Pemagaran ini diduga berkaitan dengan proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang dikembangkan oleh perusahaan tersebut.

Keberadaan pagar laut ini telah menimbulkan keresahan di kalangan nelayan setempat, karena menghambat akses mereka untuk melaut dan berdampak negatif pada mata pencaharian mereka. Selam itu, pemagaran ini diduga dilakukan tanpa izin resmi dari pihak berwenang, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas dan dampak lingkungannya.

Menanggapi tuduhan tersebut. kuasa hukum Agung Sedayu Group. Muannas Alaidid, menegaskan bahwa perusahaan tidak terlibat dalam pemasangan pagar laut tersebut. Dalam pernyataannya. Muannas menyatakan bahwa hingga saat ini tidak ada bukti atau fakta hukum yang mengaitkan Agung Sedayu Group dengan tindakan tersebut.

Namun, jika terbukti terlibat dalam tindakan pemagaran laut tanpa izin yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat. pihak-pihak terkait dapat dijerat dengan berbagai sanksi hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. pelaku yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000.00.

Baca :  Pengerjaan Madrasah Terus Dilanjutkan, Satgas TMMD Targetkan Selesai Tepat Waktu

Selain itu. jika ditemukan adanya unsur korupsi dalam proses perizinan atau pelaksanaan proyek tersebut, pelaku dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengancam dengan pidana penjara dan denda yang signifikan. Sebagai contoh, dalam kasus korupsi lamnya, mantan Menteri Pertanian Indonesia dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena terlibat dalam tindak pidana korupsi.

Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan, dan pihak berwenang diharapkan dapat mengusut tuntas serta menegakkan hukum secara adil untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

Potensi Sanksi Hukum bagi Agung Sedayu Group dan Pihak Terkait Jika penyelidikan membuktikan bahwa Agung Sedayu Group dan pihak terkait

memang melakukan tindakan ilegal dalam proyek pemagaran laut PIK 2, maka mereka dapat dijerat dengan berbagai ketentuan hukum, antara iain :

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Pasal 69 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang melanggar rencana tata ruang dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.

Pasal 73 mengatur bahwa pelanggaran tata ruang yang menyebabkan kerugian lingkungan dan sosial dapat dikenakan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda hingga Rp500 juta.

Baca :  Asa Dibalik Berkah Hari Bhayangkara

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

“ Pasal 98 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.

Jika pelanggaran tersebut dilakukan oleh korporasi, maka pimpinan atau pengurus perusahaan bisa turut dimintai pertanggungjawaban hukum.

3. Undang undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (jika ditemukan keterlibatan tenaga kerja asing tanpa izin dalam proyek ini)

Pasal 122 huruf a mengancam pidana bagi pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga asing tanpa izin dengan hukuman 1-5 tahun penjara dan denda hingga Rp500 juta.

4. Undang undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Jika ditemukan unsur penyuapan dalam penerbitan izin atau pembiaran pelanggaran oleh pejabat, maka bisa dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) yang mengancam hukuman penjara 1-5 tahun dan denda Rp 50 juta hingga Rp250 juta.

Jika terbukti ada penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara. Pasal 2 ayat (1) dapat menjerat pelaku dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup.

Pemerintah Diminta Bertindak Tegas

Sejumlah pihak menilai bahwa kasus ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk menindak tegas praktik perampasan ruang publik dan ekosistem laut oleh korporasi besar. Pemagaran laut tanpa izin ini dinilai melanggar hak asasi nelayan

Baca :  Babinsa Bantu Seleksi Paskibra, Siapkan Generasi Tangguh untuk HUT RI ke-80 di Ma. Tembesi

dan masyarakat pesisir yang bergantung pada laut sebagai sumber penghidupan mereka.

Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riza Damanik. menegaskan bahwa tindakan pemagaran laut yang dilakukan secara ilegal telah merampas hak akses nelayan dan memperburuk kondisi sosial-ekonomi mereka. “Pemerintah harus segera bertindak agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk bagi kawasan pesisir lainnya di Indonesia,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan RI menyatakan akan melakukan audit terhadap proyek-proyek reklamasi dan pengelolaan kawasan pesisir di seluruh Indonesia untuk memastikan tidak ada pelanggaran hukum yang merugikan masyarakat dan lingkungan.

Kasus dugaan korupsi dan pemagaran laut di PIK 2 ini menjadi ujian bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan dan menindak pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh korporasi besar. Jika terbukti bersalah, maka Agung Sedayu Group dan pihak terkait harus menghadapi sanksi tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Publik kini menantikan hasil penyelidikan yang transparan dan akuntabel, serta langkah konkret dari pemerintah untuk mencegah praktik serupa dimasa mendatang.**

Share :

Baca Juga

Artikel

Indonesia Gaduh Politik, Rakyat Terlupakan: Saatnya Kembali ke Konstitusi dan Kedaulatan SDA untuk Kesejahteraan Bangsa

Artikel

Selat Malaka: Harta Karun Maritim yang Tidak Dinikmati Indonesia

Artikel

“Manifesto Kebangsaan”: Sebuah Jalan Terang Menuju Indonesia Adil, Makmur, dan Berdaulat

Artikel

Ciri-Ciri Orang Cerdas Secara Psikologis dalam Perspektif Islam

Artikel

Partisipasi Semesta dan Investasi Dini, Kunci Pendidikan Bermutu

Artikel

Ini Budi, Balai Perjuangan dan Spirit Kemenangan Budi Setiawan Bersama Rakyat Jambi (1)

Artikel

Membuat Media (Siber)

Artikel

Empat Pulau yang Diperebutkan: Ketika Negara Lupa pada Sejarah dan Keadilan