Ketua DPD Pepabri Jambi Tegaskan Pentingnya Menghargai Jasa Veteran dalam Peringatan HARVETNAS Ketua DPD Pepabri Jambi: Kami Hadir untuk Menghidupkan Api Perjuangan Langkah Bersama TNI di Batulelleng: Jalan Baru untuk Harapan Baru Danrem 042/Gapu dan Komisi I DPR RI Bahas Strategi Pertahanan dan Pembangunan Jambi Cegah Api Sebelum Muncul, Danrem 042/Gapu Pimpin Pemberangkatan Satgas Karhutla Jambi

Home / Artikel

Minggu, 3 Agustus 2025 - 09:21 WIB

Merdeka, Tapi Dijajah: Ironi Delapan Dekade Kemerdekaan Bangsa

Oleh: Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla.

DELAPAN puluh tahun sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia tampak merdeka secara fisik. Bendera Merah Putih terus berkibar di langit Nusantara, lagu kebangsaan dinyanyikan dengan semangat, dan upacara-upacara diselenggarakan tiap tahun. Namun di balik kemeriahan simbolik itu, banyak rakyat justru merasa semakin jauh dari makna kemerdekaan yang sejati.

Hari ini, bangsa ini tidak lagi dijajah oleh bangsa asing yang membawa senjata. Tapi kita menyaksikan penjajahan yang lebih licik dan menyakitkan: oleh elite sendiri yang haus kekuasaan dan rakus harta. Kekuasaan berubah menjadi alat dominasi, bukan pengabdian. Negara dibangun untuk melayani segelintir, bukan seluruh rakyat.

Baca :  Babinsa Ajak Pemuda Sungai Lingkar Jadi Agen Perubahan Lewat Komsos

Korupsi tak lagi sekadar perilaku menyimpang, tapi telah menjadi sistem. Ia tumbuh subur di balik proyek-proyek infrastruktur, bantuan sosial, dan kebijakan publik. Retorika “demi rakyat” hanya jadi pembungkus indah untuk mengelabui. Rakyat hanya hadir dalam statistik pembangunan atau narasi kampanye.

Baca :  Babinsa Hadirkan Keamanan Humanis di Jambi, Ajak Pemuda Jadi Garda Terdepan Lingkungan

“Demi rakyat kami bekerja,” begitu katanya. Tapi realitas berkata lain: harga-harga melonjak, ketimpangan sosial makin lebar, hukum kian berat sebelah. Rakyat yang berteriak demi keadilan dibungkam, tapi mereka yang menjarah uang negara malah dilindungi atau dinegosiasikan hukumannya.

Kemerdekaan seharusnya adalah keadilan yang merata, kedaulatan yang nyata, dan kesejahteraan yang terjamin. Tapi saat tanah dikuasai oligarki, hukum dikendalikan kekuasaan, dan suara rakyat disunting demi stabilitas palsu, maka “kemerdekaan” hanya tinggal seremoni.

Baca :  Gubernur Jambi Incar Ketua Umum KONI, Pengamat: Rakyat Butuh Pemimpin yang Fokus

Ironi ini kian dalam ketika konstitusi dilanggar demi kepentingan politik sesaat, dan Pancasila sekadar jadi jargon di spanduk-spanduk upacara. Para pejuang yang dulu bertaruh nyawa demi kemerdekaan mungkin kini menangis dari alam sana, melihat bagaimana cita-cita mereka dikhianati oleh generasi yang berkuasa hari ini.

Sejarah tidak buta. Ia akan mencatat dengan jelas siapa yang berdiri di sisi rakyat, dan siapa yang menjajah dengan jas elegan dan senyum manis kekuasaan.

Merdeka! 

Share :

Baca Juga

Artikel

Ruang Publik di Kota Jambi ‘Melupakan’ [atau] Bahasa Indonesia Tidak Indah Untuk Diucapkan?

Artikel

Budi dan Fadhil Bertemu…

Artikel

Penyamaan Sawit dengan Hutan Alami: Analisis Kritis terhadap Fungsi Ekologis dan Dampak Lingkungan

Artikel

“Manifesto Kebangsaan”: Sebuah Jalan Terang Menuju Indonesia Adil, Makmur, dan Berdaulat

Artikel

Ini Budi

Artikel

Menjaga Prinsip Kebersamaan dalam Pemilihan Ketua PPAD Provinsi Jambi

Artikel

Bansos dan Money Politic di Pilkada, Cerminan Kegagalan Revolusi Mental

Artikel

10 KEUNTUNGAN BERPUASA MENURUT DR. HANS