SRIWIJAYADAILY.COM – Hutan yang hijau itu tenang, tapi di musim kering, ia seperti bara dalam sekam. Bahaya tak terlihat, tapi mengintai. Di tengah kekhawatiran akan lonjakan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) selama kemarau, satu tim bergerak diam-diam menyusuri Desa Mekar Sari. Bukan tim pemadam. Bukan pula aparat keamanan dengan senjata. Mereka membawa imbauan, kesadaran, dan langkah preventif.
Adalah Serda Muji Edi, Babinsa dari Koramil 415-01/Suak Kandis Kodim 0415/Jambi, yang memimpin patroli terpadu di Kecamatan Kumpeh pada Minggu, 3 Agustus 2025. Ia tak sendiri. Bersama Tim Manggala Agni dan relawan Masyarakat Peduli Api, mereka menggencarkan patroli Karhutla sebagai bentuk kesiagaan kolektif terhadap bencana ekologis yang selalu berulang: pembakaran lahan.
“Kami menyusuri titik-titik rawan terbakar dan menyampaikan langsung ke warga, jangan bakar lahan, jangan buang puntung rokok sembarangan,” ujar Serda Muji Edi. Kalimatnya pendek, tapi tegas.
Kebakaran hutan bukan sekadar bencana alam. Ia membawa krisis berlapis: kabut asap yang mencemari udara lintas provinsi, kerusakan habitat satwa, gangguan pernapasan warga, dan biaya negara yang tak sedikit untuk memadamkannya.
Di tiga desa yang dilalui patroli—Pematang Raman, Pulau Mentaro, dan Sungai Bungur—tim tidak hanya lewat dan melihat. Mereka berhenti, berdialog, memberikan pemahaman bahwa hutan bukan untuk dibakar. “Pencegahan lebih baik daripada pemadaman ketika semuanya sudah terlambat,” kata Serda Muji.
Patroli terpadu seperti ini bukan baru pertama kali dilakukan. Tapi di tengah perubahan iklim, meningkatnya suhu global, dan intensitas kemarau panjang, pendekatan semacam ini menjadi jauh lebih penting daripada sebelumnya.
Masih banyak warga yang membuka lahan dengan cara membakar. Murah dan cepat. Tapi dampaknya panjang dan merugikan. Oleh sebab itu, kampanye pencegahan lewat patroli terpadu membawa pesan yang lebih dalam dari sekadar sosialisasi.
“Dengan melibatkan masyarakat, kami ingin menumbuhkan budaya sadar lingkungan,” ujar Serda Muji. Upaya ini juga jadi cerminan pendekatan humanis: keamanan lingkungan bukan hanya tugas negara, tetapi kewajiban bersama.
Pemerintah daerah, Kodim 0415/Jambi, dan lembaga seperti Manggala Agni tampaknya mulai mengubah pendekatan dari reaktif ke preventif. Babinsa tidak lagi hanya sebagai pengawas keamanan, tetapi juga edukator lingkungan, pengingat moral di tengah kebiasaan lama yang membahayakan masa depan.
Musim kemarau belum mencapai puncaknya, namun langkah Serda Muji dan tim sudah mendahului bara. Mereka menjaga bukan hanya desa-desa di Kumpeh, tapi juga masa depan udara bersih Jambi dan sekitarnya. (Jt54)